0

Nursing Room Bukan Hanya Kebutuhan Kelas Menengah

Menjadi ibu di masa sekarang sepertinya jauh lebih dimudahkan dibanding masa ibu-ibu kita dahulu. Sekarang, status ibu dan adanya bayi tidak menghalangi perempuan untuk pergi keluar rumah, entah sekadar refreshing atau bekerja. Banyaknya printilan menyusui dan nursing room di tempat umum (misal kantor dan mall) memudahkan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan primer sang buah hati (menyusui dan ganti popok). Ibu mertua pernah cerita, jaman beliau dulu kalau punya bayi tidak bisa leluasa pergi. Pernah suatu ketika terpaksa pergi, waktu itu musti naik bis. Di atas bis, bayinya pas nangis kenceng karena haus. Ibu mertua cuma bisa berusaha menenangkan karena malu kalau harus menyusui di tengah bis. Itu baru satu, aku yakin pasti buanyak banget yang merasakan situasi serupa. Ibuku sendiri juga cerita, ketika masih punya bayi tidak bisa pergi jauh-jauh karena repot dan kasihan bayinya. 

image

setelah punya anak, bawaan sekarang begini. tas dg perlengkapan perang dan apron menyusui, tasnya Anya isi tisu basah, popok, perlak, baju ganti, cemilan & kantong kresek utk popok kotor

Walaupun begitu, ternyata yang bisa mencicipi fasilitas ibu dan anak di ruang terbuka masih terbatas sekali lho. Bahkan di mall mentereng sekalipun belum semuanya menyediakan nursing room yang nyaman untuk konsumennya. Pengalamanku yang bertempat tinggal di Bandung, pas nge-mall di salah satu mall premium di kawasan Bandung Selatan, ternyata nursing roomnya keciiiil banget. Hadeh mengenaskan lah. Udahlah cuma seukuran toilet 2×2 meter, ga ada meja untuk ganti popok. Jadi isinya cuma satu sofa, dua stool, dan wastafel. Yaelah banget dah. Dan itupun cuma satu-satunya. Terakhir kesana pas puasa/menjelang lebaran 2014, jadi ga tahu sekarang sudah ada perbaikan atau belum. 

Kalau di dekat rumah, ada ITC gede gitu dan sama sekali ga ada nursing room. Jadilah kalau Anya pas perlu ganti popok, ke lantai paling atas yang jadi foodcourd berkonsep saung. Kalau ada saung kosong ya ganti popok di situ. Kalau ga ada, ya terpaksa tunggu dulu deh, buru-buru pulang untuk diganti di rumah. Padahal misal pas lagi di tengah belanja. Ngeselin buanget nget. Jangankan untuk ganti popok, untuk menyusui aja ga ada. Jadi kemana-mana musti bawa apron/nursing apron karena siapa tahu mendarat di tempat kayak gitu alias ga ada nursing room. Padahal di ITC tersebut banyak pengunjung perempuan dan sekaligus karyawati karena juga banyak kantor ruko di sekitar situ. Halah-halah, pokoknya mengenaskan banget dah.

Selama di Bandung, nursing room paling nyaman justru di rumah sakit. Secara tinggal di Bandung Selatan dan jarang menjamah Bandung utara yang lebih banyak mall premium yah. Jadi nursing room di rumah sakit langganan tersebut dilengkapi meja ganti popok, sofa, tempat tidur, TV, AC, tempat sampah, tisu, kapas, dan interiornya cute banget. Sayangnya gantian kelakuan pengunjung yang bikin nursing room ini jadi ga nyaman. Yang terutama banget mengganggu adalah rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan. Pernah dong, pas mo make, mak jegagig ada sampah popok bekas di diapers table. Trus tisu-tisu kotor berserakan. Ditambah makanan dan minuman sisa yang ga dibuang dan berserakan di meja. Arrrgghhh sumpah bete banget, marah. Rumah sakit swasta premium gitu lho, pengunjungnya masih katrok. 

Nah wiken kemaren belanja di supermarket besar dekat rumah. Lumayan lah tempat tersebut ada nursing roomnya, dan lebih luas dibanding nursing room yang ada di mall yang tadi aku ceritakan. Fasilitas lumayan komplet, ada sofa, ada diapers table, ada toilet cewek cowok. Wait! Toilet??! Yoiii, jadi nursing room tersebut jadi satu ama toilet. Toilet untuk anak sih keknya karena urinoir cowoknya posisinya rendah. Ada juga kloset. Dan toilet tersebut terbuka dong, cuma dikasi sekat rendah. Kemaren nenenin Anya selama setengah jam nyampur bau pesing samar-samar. Enak banget deh.

image

nursing room di salah satu supermarket besar di Bandung. lengkap sih tapi... errrr

Nah pas mo pulang ke rumah, sambil ngedorong trolley pandangan mata tertumbuk ke pemandangan mengenaskan sekaligus mengharukan buat saya. Jadi ada ibu-ibu muda, karyawan counter donat kentang gitu, duduk lesehan sambil nenenin bayinya yang masih berumur dibawah 6 bulan. Seketika segala kebetean akibat nursing room kurang layak tersebut menguap, berganti rasa nyesek. Iya, aku membayangkan nasib ribuan, ratusan ribu mungkin jutaan ibu-ibu menyusui yang tidak bisa mengakses nursing room layak. Seperti ibu-ibu yang bekerja di pasar atau ITC, dengan kondisi tempat kerja jauh dari nyaman. 

Selain itu membaca status teman di Jepang yang mo balik Indonesia, dia bahagia sekali ada nursing room dilengkapi playground untuk batita anak di bandara sehingga sangat membantu ibu-ibu dan anak-anak yang kecapekan. Bandara di Bandung entah ada nursing roomnya atau tidak. Stasiun gak ada nursing roomnya, merepotkan sekali kalau hendak ganti popok, musti ke musholla dan ga enak sama pengunjung. Apalagi terminal.

image

buat ikutan #CBK4 dan CSR nursing room, yay. Perhatikan kemasannya udah ganti jadi lebih fresh

Nah denger-denger nih, Cussons  Baby bikin CSR mendonasikan 500 rupiah untuk setiap peserta yang berpartisipasi di Cussons Bintang Kecil 4. Dana donasi ini akan dipakai untuk membangun nursing room di tempat umum. Wah mari ikutan dan ramaikan yuk buibu, sebagai bentuk solidaritas kita terhadap sesama ibu-ibu. Bayangkan jika di tempat-tempat yang aku sebutkan tadi akhirnya dibangun nursing room yang nyaman, tentu sangat disyukuri oleh setiap ibu. Bayangkan juga kalau kita sendiri yang butuh. Caranya berpartisipasi Cussons Bintang Kecil 4 gampang bingit, tinggal upload foto buah hati dengan menyertakan minimal 2 produk Cussons Baby. Upload kemana dan syaratnya gimana, bisa dicek di link berikut or cek Twitter dan FBnya. Hadiahnya satu milyar booook! Buruan, terakhir upload 10 Januari nih. Jangan lupa sebelum foto-foto, cek kemasan produk Cussons-nya ya mak. Karena sekarang kemasan Cussons ganti desain jadi lebih fresh. Yuuuuk, demi tersedianya ribuan nursing room nyaman di tempat umum.

image

1

Pengakuan Jujur Seorang Ibu

Kadang aku bete dengan suamiku. Sebagai ibu RT yang nyambi kerjaan di rumah, walau ada asisten tapi Anya aku pegang hampir seharian. Bukannya aku ga suka deket Anya terus, tapi kadang frustrasi juga kalau butuh waktu 2-3 jam tanpa diganggu untuk menyelesaikan pekerjaan. Jangankan satu jam tanpa gangguan, kegiatan seperti makan dan mandi tanpa interupsi sudah mewah sekali. Disitu aku merasa kewalahan.

Oh oh bolehkah jika aku merasa bosan? Entah bosan atau kehabisan ide, ketika lebih dari dua jam berhadapan dengan makhluk mungil yang belum bisa bicara dan konsentrasi masih pendek alias gampang bosan, menonton acara yang sama berulang, bermain permainan yang kurang lebih sama. Pikiran melayang ke pekerjaan yang belum disentuh, aitem online shopping yang kemaren dilihat dan menggoda iman, status kawan-kawan yang bersenang-senang, ART yang butuh disupervisi, dsb.

Berbagai ide cemerlang yang sempat terpikir saat termenung di WC terlupakan. Pikiran kehabisan ide mau apalagi yang bisa membuat anak happy, apalagi ditambah galau dan kesal melihat anak ga mau makan (sementara ada 3 jenis makanan berserakan yang tidak dihabiskan karena ybs bosan/tidak mau).

Karena itu rasanya bete kuadrat saat suami mengolok-olok aku yang melarang Anya, ‘no no no no no!’.
Katanya, “Banyak banget ngelarangnya.”
Kesel kuadrat saat suami meremehkan kebutuhan teman bicara. Dianggapnya serumah dan ngobrol (sekilas-sekilas) sudah lebih dari cukup, apalagi saat weekend katanya seharian ketemu terus.
Sendirinya pengen mencibir suami yang pegang Anya baru satu jam dan udah manggil-manggil istrinya ngapain, kemana, kalo engga penting kok gak megang Anya aja. (Enggak penting di sini seperti memasak, bersih-bersih, ngemil, dsb bukan hal darurat kencing dan pupup).

Silakan judge aku sebagai ibu yang tak bisa bersyukur. Yang tak bisa bahagia dan mengkontrol diri. Butuh teman bicara tapi tak ada dan siapa lagi teman terbaik kecuali seperangkat smartphone yang bisa menjadi tempat menumpahkan uneg-uneg daripada gila dan depresi.