0

Baby Basic Needs: Security

Horeee apdet lagi, nulis lagi! Terakhir nulis bulan April, waktu masih hamil sekitar bulan ke7. Sekarang bayiku udah tiga bulan menjelang empat bulan. Walah lama banget vakumnya. Maklum, begitu menginjak trimester ketiga malah jadi males untuk cerita-cerita, lebih semangat mbangun ‘sarang’ hahaha. Dalam hati sih berjanji untuk melunasi hutang postingan karena merasa ada banyak kisah yang sepertinya lebih berguna jika dishare daripada disimpen sendiri. Seperti mengurus akte lahir (yang sampe sekarang belum jadi), kehamilan, kucing, dan toksoplasma, proses melahirkan beserta tips-tips, dan masih banyak lagi. Okelah sembari mengasuh Anya, aku janji untuk share di sini. Siapa tahu bermanfaat kalau ada bumil yang lagi browsing cari info.

Iya, namanya Anya, she’s my beautiful baby girl. Pradnya Wening Lituhayu, artinya gadis cantik, cerdas, bijaksana. Itu doa dan harapan kami untuk Anya. Bulan September nanti genap empat bulan usianya. Saat ini alhamdulillah sehat dan nenennya super! Bahagia rasanya kalau anak sehat, serius!

Nah mau cerita sekaligus curhat dikit di usia Anya yang ketiga. Jadi entah ini karakter Anya atau memang tiap bayi mengalami masa ini, sejak usia 3 bulan, Anya ga bisa ditinggal sendiri. Sebentar aja gak ngeliat aku emaknya, pasti nangis, meski itu  cuma ke lemari bajunya untuk ambil baju. Anya dalam kondisi bobok (terutama siang-petang) trus ku tinggal bentar ke kamar mandi, eeeeh baru lima menit langsung bangun dan nangis, padahal udah bobok cukup nyenyak. Tapi kalau pas bobok gitu dan aku di sebelahnya, Anya bisa bobok lebih lama. Pokoknya, Anya harus ditemeni/ga bisa sendiri, dia musti ngelihat aku dan aku harus ada di sampingnya.

Pada saat tertentu, situasi bisa lebih merepotkan, karena Anya menuntut untuk ga sekadar bisa lihat aku, tapi harus bisa merasakanku/bersentuhan. Misal nih, sempet aku sama Anya cuma berdua aja. ART lagi mudik. Supaya aku bisa makan, masak, nyapu, Anya ku taruh di baby box atau stroller. Ternyata masih tetep nangis lho, baru diem kalau digendong. Sempet yang seharian merasa sangat lelah secara mental karena situasi seperti itu. Bahkan untuk pipis pupup aja harus secepat kilat. Bisa ditega-tegain membiarkan dia nangis. Tapi setega-teganya, dengar tangis bayi lebih dari lima menit itu sangat melelahkan dan bikin stress. And I feel bad. Di ujung hari, biasanya aku jadi sangat kecapekan, merasa sendirian, pengen nangis frustasi. Bahkan ada masanya Anya untuk bisa tidur nyenyak, dia harus terus menggigit putingku atau nempel nenenku. So kebanyakan hariku kulewatkan di tempat tidur menemani Anya.

Kalau merasionalisasi diri, Anya begitu mungkin karena dia sedang tahap membangun rasa aman. Setahuku, salah satu kebutuhan dasar bayi selain makan dan dicintai adalah merasa aman. Memang akunya jadi terbatas kalau mau ngapa-ngapain. Kalau energiku sedang rendah, perasaan ini bisa terbawa ke frustasi.
Entah sampai kapan hal ini berlangsung, mungkin sampai Anya mengembangkan rasa aman dan lebih percaya diri. Kata ahli, you can’t spoil a baby. Gak ada itu istilah memanjakan untuk bayi, karena bayi memang membutuhkannya, yang digendong lah, dipeluk lah.

Sempat berpikir apakah ini termasuk separation anxiety, tapi kalau gugling, separation anxiety baru mulai ketika bayi 8 bulan dan gejalanya bukan seperti Anya.

Ya sudahlah, cuma bisa mengayemi diri sendiri untuk lebih sabar. Rewardnya nanti, agak lama mungkin, ketika dia udah gede dan tumbuh dg dasar perasaan dicintai dan secure serta pede. Untuk sekarang rewardnya berupa senyum lebar Anya yang super manis dan pipinya yang super gembul.

Btw Anya, if you read this, bukan berarti Ibu tidak mencintai kamu. Ibu hanya lelah dan itu wajar karena energi ibu tidak selamanya di puncak. Ingatlah bahwa Ibu selalu mencintaimu.