1

Serba-serbi MPASI: MPASI Instan Apakah Selalu Buruk?

Masa MPASI selalu jadi tantangan tersendiri bagi ibu-ibu. Bagi ibu-ibu dengan nafsu kompetisi tinggi menganggap milestone ini jadi salah satu arena perlombaan yang harus dimenangkan (padahal kalau lomba lawannya siapa sih? ibu-ibu lain? sesama ibu-ibu kok malah saling melawan ๐Ÿ˜๐Ÿ˜). Karena itu ga heran “pertempuran” antar ibu tak berhenti sampai soal ASI vs sufor tapi juga sampai metode pemberian MPASI.

Ada banyak cabang dan aliran MPASI. Aku sendiri penganut aliran fleksibel. Aku gak anti dengan MPASI instan seperti bubur bayi instan hingga biskuit bayi. Bukan berarti aku malas memasak dan mau gampangnya aja, juga ga berarti aku buta tentang nutrisi untuk bayi. Bagus sekali kalau ada ibu-ibu yang bisa memberikan MPASI homemade-homecooking dan semua bahannya organik untuk bayinya. Tetapi tidak semua bayi sama, masing-masing ibu mempunyai situasi yang berbeda-beda, tidak sama untuk setiap ibu. Jadi buatku sendiri tidak masalah jika seorang ibu memberikan MPASI instan untuk bayinya. Tidak usah men-judge pilihan orang lain, toh kita juga belum tentu paham apa yang orang lain hadapi. Ga usah juga saling membandingkan, selain malah jadi racun alih-alih motivasi (motivasi yang sehat itu sifatnya intrinsik alias betul-betul tumbuh dari dalam diri dan kesadaran diri, bukan ekstrinsik atau dipicu oleh situasi di luar dirinya) kasihan juga si baby. Masak baby-nya mau dibuat jadi semacam pembuktian kepada dunia (alias jadi obyek).

Okeee cukup curhat, kok malah jadi curcol kepanjangan ๐Ÿ˜๐Ÿ˜. ย Niat mau review malah curcol. Jadi, sekitar awal April aku mendapat paket berupa produk makanan pendamping ASI dari Kalbe Farma, tepatnya divisi Kalbe Nutritional yaitu Milna. Iya, Milna ternyata produk Kalbe Farma yang selama ini lekat dengan produk obat-obatan. Paket MPASI yang kuterima berisi bubur bayi usia 6 bulan keatas rasa sop ayam bayam dan biskuit bayi usia 6 bulan ke atas rasa jeruk, original, dan beras merah. Kebetulan sekali nih, aku memang sedang struggle dengan pola makan Anya yang GTM dan picky eater. Sampai pusiiinggg masakin buat Anya. Soal bayi ga mau makan ini akan ditulis terpisah yak. Kali ini mo review soal produk Milna dan alasan mengapa aku tidak alergi MPASI Instan.

Sejak Anya dikenalkan MPASI, aku selalu memasak sendiri makanan Anya. Hingga di usia 8,5 bulan tiba-tiba Anya GTM, aku jadi pusing dan galau setiap masakin buat Anya, karena semua yang aku masak dilepeh dan ga mau. Ketika mendapat paket produk Milna, yah, boleh deh dicoba. Siapa tahu Anya mau biskuitnya.ย Dari coba-coba tersebut ternyata Anya lumayan mau/doyan terutama biskuitnya. Rasa yang paling disuka adalah biskuit bayi rasa beras merah. ย Yang rasa jeruk dan original Anya tidak begitu suka. Paling ย suka dimakan langsung, kalau dibuat seperti bubur, Anya ga mau sama sekali. Untuk ย bubur bayinya, Anya kurang suka. Dibuatin selalu dilepeh. Hingga suatu hari aku punya ide bikin bubur havermut/oatmeal dicampur bubur bayi Milna. Caranya gampang aja sih, havermut/oatmeal campur dengan bubur bayi Milna rasa apa saja dan susu (untuk Anya yang usia 10-11 bulan aku beri susu UHT dicampur di masakan nya, ย hamdalah gapapa/tidak diare). Lalu masak dengan api kecil hingga mengental. Banyak sedikitnya susu tergantung tekstur bubur yang kita inginkan, kalau mau sangat padat, susunya dikit aja. Nah setelah dibuat bubur begini, Anya lumayan mau tuh.

Setelah mencoba produk Milna tersebut, aku jadi tertarik untuk mencoba produk Milna yang lain. Ternyata untuk bubur ada banyak jenisnya. Lihat di situs Kalbe e-store, ada bubur bayi organik, bubur bayi khusus penambah berat badan, bubur bayi goodmil yang diformulasikan bagi mereka yang alergi protein susu sapi dan bubur bayi reguler yang disesuaikan dengan usianya. Gara-gara ini jadi punya ide bikin puding untuk Anya memakai produk Milna. Kebetulan di rumah masih ada biskuit bayi 6 bulan rasa original. Jadilah ke dapur ngublek bikin puding susu biskuit. Ternyata Anya suka, yaaay! Alhamdulilah banget, sarapan pakai puding susu biskuit bisa habis. Biasanya cuma satu dua suapan trus ogah. Selain itu juga sempet cobain biskuit untuk toddler dari Milna. Selama ini andalan Anya kalau sudah menolak segala jenis makanan adalah biskuit marie. Lumayan lah bisa masuk sekeping setengah keping daripada ga ada makanan yang masuk seharian. Pas tahu Milna ternyata juga memproduksi biskuit bayi untuk usia 1 tahun keatas, beralih cobain deh. Ada rasa keju dan coklat. Anya baru nyobain yang biskuit keju, dan dia lumayan suka, hamdalah. Alasannya mengapa memilih biskuit bayi, karena biskuit ini sudah diperkaya/difortifikasi vitamin dan mineral yang dibutuhkan bayi.

ย PhotoGrid_1432790080643
Terus terang selama ini ada rasa khawatir apakah kebutuhan vitamin mineral Anya terpenuhi, mengingat GTMnya. Memang nenennya masih kenceng, tapi katanya selepas 6 bulan kebutuhan nutrisi bayi tidak bisa dipenuhi 100% lagi dari ASI, harus ditambah makanan. Karena itulah pilihan jatuh ke biskuit Milna yang diperkaya zat besi (yang sangat penting untuk pertumbuhan bayi dan balita), kalsium, vitamin dan mineral termasuk DHA, Kolin (sejenis asam lemak yang susunan kimiannya mirip vitamin B dan sangat penting bagi perkembangan otak dan sistem syaraf), Inulin (sejenis karbohidrat yang bermanfaat sebagai probiotik atau dietary fiber untuk menjaga kesehatan organ pencernaan) dan Inositol (sejenis asam lemak yang susunan kimia mirip vitamin B8, bermanfaat untuk perkembangan saraf dan kesehatan organ pencernaan). Ingat, level GTMnya Anya bisa dibilang ketertarikan dia terhadap makanan cukup rendah, apapun rasanya.
Disinilah alasan mengapa aku fleksibel terhadap MPASI instan. Kelebihan MPASI instan adalah produknya sudah difortifikasi dengan berbagai vitamin dan mineral terutama zat besi. FYI, kebutuhan zat besi bayi memasuki masa MPASI meningkat 26x lipat dibanding sebelumnya. Sadar diri bahwa pola makan dan diet sehari-hari belum cukup seimbang, plus ada bakat anemia dan darah rendah, makanya tidak memaksakan diri kebutuhan zat besi Anya hanya dipenuhi dari ASI. Selain itu Anya tidak menunjukkan ketertarikan terhadap makanan, sehingga susah memaksakan makanan seperti daging merah dan sayuran (yang merupakan sumber alami zat besi dan vitamin mineral) ke Anya. Daripada trauma makan karena dipaksa, emaknya mengalah lebih ke menuruti maunya Anya bagaimana, yang dia sukai apa. Mengkonsumsi produk MPASI yang sudah difortifikasi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Ilustrasinya begini, bayi 6 bulan membutuhkan zat besi 8 mg sehari, yang sebenarnya bisa didapat dari daging merah sebanyak 150 gram. Untuk dewasa, porsi segitu mah kecil. Tetapi untuk bayi apalagi untuk Anya yang menghabiskan porsi satu sendok makan adalah prestasi, porsi 150 gr terlalu banyak. Belum lagi kebutuhan akan zat gizi lain seperti sayuran dan buah. Contoh lain lagi, 30 gr tepung beras biasa mengandung 0,1 mg zat besi. Sedangkan bubur bayi yang sudah difortifikasi mengandung 2,25 mg zat besi.
ย 
Alasan lain yaitu soal keamanan. Biasa, emak-emak selalu punya kekhawatiran tentang hal ini. Apalagi memperhartikan akhir-akhir ini ibu-ibu mudah sekali dijangkiti paranoid/kecemasan akan makanan yang dikonsumsi apakah mengandung zat-zat berbahaya (di level ekstrim, zat berbahaya bagi mereka adalah segala istilah kimiawi yang susah dilafalkan dan diingat, maka pasti berbahaya ๐Ÿ˜๐Ÿ˜). WHO dan UNICEF telah mengeluarkan panduan untuk industri makanan yang memproduksi makanan bayi, bahwa pembuatan makanan bayi tidak sama dengan makanan dewasa termasuk soal tambahan pengawet. Di Indonesia sendiri juga mengeluarkan peraturan serupa yang diatur dalam regulasi SNI 01-7111-1-2005 butir ke 5 yang tidak memperbolehkan adanya pengawet buatan dalam makanan bayi. Mengenai gula garam, DSA Anya dan kalau tidak salah WHO sendiri membolehkan tambahan gula garam dalam makanan bayi usia 9 bulan keatas. Jadi satu-satunya kekhawatiran yang tersisa adalah judgement dari pihak lain ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜…๐Ÿ˜…. Btw biskuit untuk balita Milna yang rasa keju, enaaaak deh, emaknya suka. Diem-diem suka nyemili punya Anya nih ๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†
0

Serba-serbi MPASI

Kemaren pas mampir nursery room Careffour Kiaracondong, sempet ngobrol dengan ibu-ibu yang punya bayi usia 11 bulan. Diawali dengan nanya, kalau masak MPASI siapa yang bikin. Pas kujawab kalau aku sendiri yang masak, katanya aku pasti pinter masak karena melihat body Anya (yang menurutnya gemuk) Anya pasti menghabiskan menu MPASI-nya. Katanya lagi, kalau dia sendiri yang masak, anaknya makannya dikit, ga begitu suka. “Saya ga pinter masak, sih,”  ucapnya.

Memasak MPASI itu ga perlu skill masak sekelas masterchef. Yang penting justru pengetahuan soal ilmu gizi. Dari pengalaman MPASI Anya 2 bulan ini, ternyata memasak menu MPASI gak repot-repot banget. Well dibantu juga dengan adanya alat seperti blender sih. Beberapa peralatan MPASI seperti food maker dari Pigeon malah engga kepake, hehehe.

Berikut rangkuman MPASI dari pengalaman selama 2 bulan ini:

1. Persiapan menjelang MPASI, yang penting adalah belajar tentang ilmu gizi. Baru kemudian belajar tentang metode MPASI, mau model yang direkomen WHO, model food combining atau BLW itu pilihan. Jangan ikut-ikutan apalagi karena trend, musti punya dasar yang kuat dan kritis.
Kalau saya pilih metode eklektik alias campuran (halah)  dari awal engga mau merepotkan diri sendiri dan gak mau galau berat badan dan nutrisi yang masuk. Yang utama sih pilih metode puree karena kalau BLW kuatir makanan yang dimakan cuma dikit. Soal belajar makan sendiri, melihat contoh ponakan yang usia 2 tahun kurang udah bisa makan sendiri pakai sendok (ibunya pakai metode biasa aja/puree) saya jadi optimis. Sempet juga gugling jurnal ilmiah untuk mencari tahu kebenaran klaim metode tertentu. Selain itu pengalaman pribadi juga menentukan (saya waktu bayi katanya susah makan, sekarang doyan banget makan dan menggemari sayur).
Saya juga ga anti makanan instan, karena baca-baca, kelebihan cereal instan adalah diperkaya zat besi yang sangat penting untuk perkembangan bayi. Pilih aja yang kandungan gula dan sodium/natrium paling rendah. Selain itu juga untuk jaga-jaga saat kondisi darurat (pernah rumah kebanjiran, dapur ga bisa dipakai, ya udah Anya makan bubur instan).

2. Persiapan peralatan makan. Sempet galau karena saya agak terobsesi dengan kerapihan, dan agak males dengan makanan belepotan. Jadi dibelain beli mantel Mothercare lah (buat cover pas makan biar ga belepotan di badan/baju), bib plastik lah, food maker dari Pigeon (pengakuan temen dan baca beberapa blog katanya kepake), blender khusus untuk MPASI bayi (yang jadi satu ama tempat steril botol bayi dan bisa sekalian ngukus), dll.  Ternyata yang kepake ini sodara:
– blender Philips (yang sering dipake blender mill/bumbu karena wadahnya pas untuk MPASI, ga terlalu besar)
– wadah plastik merk Lock n Lock untuk menyimpan makanan dan snack Anya
– piring/mangkok dan cutlery set bayi termasuk khusus dibawa saat bepergian (pilih yang ada kotak penyimpanannya)
– pisau dan talenan khusus untuk menyiapkan makanan Anya, dipisahkan dari talenan orang gede.
– bib plastik (ga usah nyuci, cukup dilap) (tapi akhirnya lebih suka makan ga pake baju, hehehe, kalau belepotan tinggal diwaslap).
– high chair (dapat bekas, lungsuran dari sodara). Membantu banget untuk Anya makan, ga usah capek gendong dan ngajak jalan, sekaligus mengajar Anya makan di meja makan. Awalnya Anya emang ga betah sih (sekitar sebulan lah, adaptasinya). Trus diakali dengan menaruh mainan dan diajak nonton video musik kesukaannya. Sekarang kalau maem bisa di kursi sampai selesai maemnya/habis makannya.

Apalagi ya… sepertinya itu cukup deh. Kalau ingat nanti ditambah.

3. Menu MPASI. Nah ini seru-seru asik. Belajar makanan mana yang boleh/tidak menimbulkan alergi, dimasak bagaimana, dsb. Petualangan banget, kitanya dituntut selalu coba-coba. Saya untuk menu pertama MPASI memilih buah yaitu jeruk baby, semangka, melon, pisang dan alpukat. Prinsip awalnya adalah yang berair (karena sedang belajar) dan gampang dilembutkan (pisang, alpukat kan teksturnya lembut). Itupun juga gonta-ganti, karena Anya ga selalu mau makan. Alpukat sempet suka banget, beberapa hari mau disuapin alpukat, tapi 3 hari kemudian ogah. Pisang juga ogah. Kabocha ga mau. Kentang enggan. Bubur beras (dari tepung beras)  emoh. Kacang ijo kupas dibuat bubur, emoh. Waaahhh pokoknya sebulan pertama dibuat bingung banget, Anya ga mau apa-apa. Yang masuk juga dikit banget, paling cuma 2 suap (dalam sendok bayi alias paling satu sendok teh peres). Galau banget deh sebulan ituuu, asli galau. Bingung mau masak apalagi. Yang instan dicobain pun gak mau. Huhuhuuuu masa-masa tergalau ke2 setelah masa drama ASI.
Hingga kemudian  nyoba bikin bubur beras dengan ikan salmon & bayam, dibuat dengan santan dan dibumbui bawang putih, bawang merah dan daun salam. Eh kok mau, kok abis dikasih satu sendok makan. Besoknya 1,5 sdm. Lalu meningkat hingga maemnya seporsi sekarang 2-3 sdm (setara dg 100โ€”125ml).  Haleluya alhamdulillah, Anya doyaaaaan. Kemarin 1 Februari Anya genap 8 bulan, dan makannya semakin gampang.
Oiya Anya sempet terdeteksi alergi telur dan semangka (beserta kawan-kawan sekeluarga semangka, mis cantaloupe). Gejala awal merah-merah di kulit lalu Anya garuk-garuk gatal. makin lama garuknya heboh seperti gatal banget dan merah-merah di kulit makin meluas. Baca-baca ternyata semangka mengandung asam yang bisa memicu gatal pada  bayi. Disarankan diberikan kalau bayi diatas 8-10 bulan.

4. Jangan takut dengan lemak. Gula/glukosa/fruktosa (pada karbobidrat simpel dan buah) adalah sumber energi utama untuk otak bayi. Lemak juga sangat diperlukan untuk menunjang tumbuh kembangnya. Zat besi penting untuk mencegah anemia dan mendukung perkembangan otak serta mencegah stunting (pendek). Jadi bahan makanan Anya sebagian besar dari nasi putih yang gampang dicerna dan glukosa tinggi, lemak sehat dari butter, minyak zaitun, santan, keju, ikan berlemak. Zat besi dari tempe, bayam brokoli (belum nyoba daging merah, katanya zat besi paling gampang diserap kalau dari daging merah). Aku juga minta suplemen zat besi dari Dokter Anak. Kemaren diresepkan Sangobion cair untuk bayi karena rasanya yang enak (bayi gak resisten /bukan berasa logam seperti suplemen zat besi lain) dan mengandung asam folat juga. Soalnya baca-baca, masuk masa MPASI kebutuhan zat besi bayi dari ASI kurang mencukupi. Kalau menu MPASI bisa mencukupi kebutuhan zat besi, tidak perlu suplemen. Tapi aku kuatir mengingat Anya maemnya masih moody. Jadi minta diresepkan suplemen deh, untuk mencegah anemia. Kata dokter sih, harusnya pakai tes darah dulu untuk mengetahui apakah bayi anemia atau tidak, tapi dokter bersedia memberi resep tanpa harus tes darah (gejala anemia seringkali tersamar dan ga kelihatan nyata).

Untuk variasi resep, gampang kok. Prinsipnya sama seperti masak biasa, hanya gak pakai gula garam. Kalau mau sedep, pakai bumbu seperti bawang, daun salam, jahe, herbs, dll. Minyak zaitun yang extra Virgin, butter dan santan juga bisa  menambah gurih.
Soal santan ada yang bilang, bayi jangan diberi santan yang dimasak. Paling bagus katanya santan yang diperas dg air matang dan diberikan segar. Katanya kalau dimasak bisa membuat asam lemak jenuh/ga bagus buat bayi.
Aku sempetkan riset di internet cari referensi ilmiah tentang hal ini, tapi gak nemu. Tanya temen yang dari jurusan Biologi pun tidak bisa menjawab. Jadi kuputuskan tidak apa-apa. Selain itu kalau argumen tadi juga membuatku ingin bertanya, sayuran untuk bayi selalu dimasak matang sekali. Bukankah hal tersebut bisa menghancurkan zat gizinya? Entahlah, sampai sekarang juga ga nemu referensinya.
Untuk mendapat tekstur puree, aku lebih mengandalkan pakai blender. Ada aliran MPASI yang mengharamkan blender dan menyuruh untuk diparut aja. Aku memilih mengabaikannya karena tidak cocok buatku (ribet dan lama). Kalau awal-awal MPASI diblender sampai lembut, sekarang diblender cukup beberapa detik aja, sekadar halus tapi masih bertekstur.

Demikian rangkuman masa MPASI Anya dari usia 6-8 bulan. Kalau ada tambahan nanti diupdate hehehe.