0

Stimulasi Dini Demi Kecerdasan Otak Si Kecil

Hari ini kami sekeluarga tamasya ke Puspa IPTEK Sundial di Kota Baru Parahyangan. Menempuh jarak 31 km dari kota Bandung lewat jalan tol, tempatnya ternyata cukup asyik walau belum jadi tujuan wisata mainstream warga Bandung (dan wisatawan Nusantara yang ke Bandung pada  umumnya). Puspa IPTEK Sundial merupakan wahana science, konsepnya yang interaktif (mengajak semua pengunjung berpartisipasi aktif, tidak cuma sekadar display dan tulisan), membuat tempat ini jauh dari kesan membosankan seperti museum pada umumnya. Jangankan yang dewasa, Anya yang baru mau 2 tahun juga sangat menikmatinya lho.

image

Hal ini mengingatkan pada artikel proses pembentukan otak dan kecerdasan. Menurut para pakar, 2-3 tahun pertama anak sangat penting karena rata-rata proses kognitif terjadi di usia tersebut, misal kemampuan berbahasa, perkembangan emosi, dan sebagainya. Karena itu stimulasi yang dapat merangsang otak balita sangat penting bagi perkembangan otak anak.

Kembali ke Anya. Melihat Anya sangat bergembira dan menikmati semua “wahana” interaktif di Puspa IPTEK Sundial, rasanya bersyukur sekali bisa memberikan stimulasi untuk perkembangan otak. Disini faktor ibu yang bisa mengakses informasi sangat berperan. Saya termasuk ibu yang beruntung bisa mengakses informasi sehingga tahu apa yang harus dilakukan/diberikan ke anak di 3 tahun pertama kehidupannya. Nggak semua ibu seberuntung saya, karena itu salah satu bentuk syukur yang utama adalah membantu anak-anak lain yang perlu mendapat perhatian.

Saya termasuk beruntung bisa memberi fasilitas yang cukup baik untuk perkembangan kecerdasan Anya. Sayangnya tak semua seberuntung kami, bayangkan nasib anak-anak yang karena keadaan terpaksa tidak mendapatkan stimulasi maksimal di 3 tahun pertamanya. Bukan hanya itu, ketika masuk usia sekolah pun terpaksa harus menempuh situasi alakadarnya. Jangankan membincang stimulasi kecerdasan untuk mereka, sehari-hari harus berjibaku untuk makan dan membayar tagihan.

Morinaga dengan produknya susu Chil-Kid dan Chil-School ingin turut membantu anak-anak tersebut lewat #SiapCerdaskanBangsa. Cukup dengan mengklik website Siapcerdaskan.com maka kita bisa membantu tempat bermain dan belajar Ziadatul Irfan, semacam playgroup/PAUD untuk balita.

Semalam saya klik, masih berkisar di angka 35ribuan vote. Yuk sebarkan dan klik website Siapcerdaskan.com demi sejuta suara.

https://youtu.be/je-UJ17TLTc

0

manfaat social media untuk keluarga

Menjadi ibu di era social media, peer pressure mungkin lebih berat dibanding sebelum-sebelumnya. Sebabnya, segala hal yang dilakukan keluarga lain langsung terpampang di depan mata. Keinginan untuk membandingkan dengan diri sendiri jadi lebih sering muncul, seringnya malah ga disadari. Fyi, reflek membandingkan diri dengan orang lain adalah perilaku yang “diajarkan” nenek moyang kita jaman prasejarah sebagai metode survival, menurun dan mengendap sedemikian dalam di bawah sadar.

Akupun merasa begitu. Memang menyebalkan dan ga asik, ujungnya jadi ga pede, minder, iri, dsb. Makanya kadang suka males buka socmed tertentu seperti misal instagram, karena melihat para ibu masih bisa melakukan hal-hal yang disukai, rasanya iri sekalih! Apalagi kalau melihat mereka tampil kece, keren, cantik, seksi dan nongkri-nongkri cantik di kafe yang ambience-nya cozy banget. Udah gitu cuma bisa nelen ludah pas liat foto-foto tempat bagus, cakep, adem, pemandangan menyejukkan mata, pikiran dan jiwa. Aku juga pengen gitu tapi banyak pertimbangan yang membuatku memutuskan untuk memprioritaskan Anya. Entahlah ada yang bisa memahami hal ini atau tidak, tapi baca status FB Human Of New York dan komentar-komentarnya, ternyata banyak juga ibu-ibu di Amrik sono yang merasakan seperti yang aku rasakan. Karena itu social media rasanya jadi frenemies, friend sekaligus enemy bagi para ibu. Karena di satu sisi, social media sangat membantu kami para ibu untuk terus update informasi di saat kami terbatas untuk bepergian. Di sisi lain ternyata dapat membuat kami tertekan.

Tapi beberapa hari lalu tiba-tiba punya pikiran lain tentang social media. Sebenarnya social media bisa menjadi teman bagi keluarga dan dimaksimalkan manfaatnya. Hal ini terpikir ketika akhir-akhir ini aku merasa lalu lintas Bandung semakin tidak bersahabat alias makin macet. Rasanya tidak ada hari tanpa macet bahkan di weekdays sekalipun. Apalagi sekarang Bandung punya julukan baru, Kota Banjir. Hujan di Bandung menjadi momok, karena menyisakan banjir dan macet gila. Makin maleeessss pergi keluar.

Belum lagi menghitung biaya yang dikeluarkan setiap keluar. Sungguh tidak cocok untuk gaya hidup hemat dan usaha mengurangi konsumsi (demi bumi yang lebih baik) (yayaya, tidak semua bisa paham alasan ini). Jadi berpikir, social media bisa jadi salah satu  solusi. Misalnya nih, silaturahmi dengan saudara bisa digantikan dengan social media. Update kabar terbaru mereka dan stay in touch tanpa harus bermacet-macet. Ngobrol di social media (oh ini lebih menyenangkan bagi para introvert).

Hmmm apalagi ya, manfaatnya?