0

Ibu Yang Buruh, Buruh Yang Ibu

crying-baby-700x400Hari ini ada demo/mogok buruh. Ga tertarik ngikutin pro kontranya. Sedang sibuk dengan pikiran sendiri sebagai buruh.

Hiks, bagaimana ya. Sebagai ibu rumah tangga, saya selalu didorong suami untuk cari kerja. Katanya lebih ke faktor pride, karena label ibu rumah tangga tu kesannya nganggur banget dan kurang membanggakan. Selain itu untuk nambah kegiatan daripada ngelangut ga jelas. (Seharusnya dari sini sudah terlihat, bagaimana masyarakat memandang label ibu rumah tangga kebanyakan pandangan negatif seperti nganggur, ga banyak kerjaan, kerjaannya nonton gosip di tv dan ngerumpi).

Jadilah saya ibu rumah tangga merangkap buruh (freelance). Jam kerja saya ga banyak, memang sengaja nyari yang begini karena masih harus mengasuh Anya. Selain itu nyari yang bisa dikerjakan di rumah, karena ga bisa ninggal Anya (tidak ada pengasuh yang bisa saya percaya).
Ternyata kerja dari rumah itu enak ga enak. Kalau dari sisi sebagai ibu, enak karena bisa sambil ngawasin anak dan ga galau mikirin bagaimana Anya dihandle orang lain. Ga enaknya dari sisi buruh; kerja nyambi ngasuh anak itu ga maksimal. Dedlen selalu keteteran. Konsentrasi terpecah setiap saat. Paling sulit fokus ketika harus memerah ide sementara anak nangis-nangis. Antara mau nyuekin atau harus ngedatengin. Tapi kalau dideketin, biasanya langsung nemplok dan ga mau lepas.

Setiap anak karakternya beda. Mungkin ada yang berpendapat, “tuh si A kok anaknya bisa ditinggal jadi emaknya bisa ngapa-ngapain. Anaknya gapapa tuh sementara ditinggal keluar, bareng sama pengasuhnya.”
Saya ga perlu njelasin karakter Anya gimana kan ya. Saya cuma kasih gambaran bahwa Anya sangat lengket dengan ibunya dan separation anxiety-nya cukup tinggi. Jadi ga perlu bandingin sama anak-anak orang lain dan nanya kenapa saya ga bisa kayak ibu-ibu lain.

Sebagai buruh yang butuh duit, tentunya saya pengen kerjaan cepet selesai dan perform baik dong biar duitnya tambah banyak. Tapi nyambi-nyambi bikin ga maksimal. Jadi sedih deh, kalau ga bisa perform karena ga bisa maksimal itu tadi. Rasanya ga berharga dan kalah. Iya dong, sebagai buruh kan dihargai dari jumlah duit yang diperoleh. Duit diperoleh dari seberapa perform dirimu. Kalau ga perform, ya ga dapat duit.

Kalau begini jadi suka merenung. Memang dunia kerja (sebenarnya) ga bersahabat/ga berpihak buat wanita terutama ibu dengan anak kecil/bayi. Realistis aja, ketika perempuan menikah dia diharapkan mengandung dan punya anak. Konsekuensinya, ada situasi yang membuatnya tidak bisa kerja yaitu saat melahirkan dan anaknya masih bayi. Bahkan saat hamil pun mungkin ada yang ga bisa maksimal, misal karena fisiknya jadi menurun.  Yang pas hamil termasuk kebo alias fisiknya kuat pun dijaga dengan mengurangi kegiatan lapangan yang berat, naik pesawat terutama di minggu-minggu rawan. Perusahaan/HRD pasti mikir kesitu kan.
Cuti hamil/melahirkan adalah hak karyawati dan kewajiban perusahaan. Bisa dapat cuti 3 bulan aja udah anugerah karena ada lho karyawati yang didholimi haknya. Belum kebutuhan nanti pas masuk kerja, yaitu pompa ASI demi kebutuhan si bayi. Butuh saat khusus dan ruang khusus. Dari sisi perusahaan, mikir juga lho kalau ada karyawannya ga masuk 3 bulan dan tetep kasih gaji, gimana caranya agar laju kinerja perusahaan ga terganggu. Terutama buat perusahaan yang belum meraksasa. So realistis banget buat perusahaan kalo mereka pas nyari karyawan, prefer laki-laki. Ga pusing ngatur kalau hamil dsb. Padahal di satu pihak, pihak si ibu, justru setelah menjadi ibu sangat butuh kerjaan karena lebih membutuhkan uang untuk mengongkosi kebutuhan si baby.
Ini mungkin sangat dialami oleh perempuan/ibu dari kalangan menengah ke bawah. Kalau dari kalangan menengah ke atas, ketika kebutuhan bayi sudah cukup dari kepala rumah tangga, mungkin bekerja untuk tambahan aja. Lumayan buat tambah-tambah dana biaya masuk playgroup ntar (yg naujubilah mehelnya).

Karena itulah dari segi perempuan pekerja, adanya susu formula sebenarnya sangat membantu ibu-ibu untuk bekerja menghidupi anaknya. Terutama bagi kalangan menengah bawah. Mungkin aku akan dibully NAZI ASI, ASI garis keras. Tapi coba bayangkan dulu, pahami dulu situasinya. Susu formula memungkinkan ibu-ibu meninggalkan bayinya tanpa kuatir lagi asupan makannya (minumnya). Sekarang sih udah ada pompa ASI (walau yang bagus masih relatif mahal) tapi ga semua tempat menyediakan tempat untuk memompa ASI dan mungkin ga semua bos maklum kalau karyawatinya ijin untuk memompa. Apalagi memaklumi yang bayinya mengalami separation anxiety tinggi plus bau tangan. Ga bisa lepas dari emaknya.

Jadi boro-boro ngikutin pro kontra mogok buruh, sebagai buruh sekaligus ibu udah pusing mikirin dedlen, anak nangis, perform yang makin menurun disela ngasuh anak. Hadeh. Ada ga bos yang berbaik hati mempekerjakan kalangan ibu-ibu macam saya begini dengan pemakluman yang sangat luas? Ga ada kan, gila kalo ada.

0

Serba-serbi MPASI 2

Ternyata postingan soal MPASI masih ada buntut. Beberapa hal yang lupa aku share diposting jadi bagian ke2 saja. Postingan sebelumnya memang singkat, berupa rangkuman saja. Kali ini mencoba menulis lebih detail, semoga bisa membantu para emak-emak yang excited menyiapkan MPASI. Yesss, aku pun dulu juga excited banget sekaligus deg-degan menyambut masa MPASI. dari sejak Anya menjelang 5 bulan udah baca-baca tentang MPASI. Anya umur 5 bulan udah belanja printilan MPASI. Maunya ketika masa itu tiba udah siap grak maju jalan 😀

Berikut beberapa catatan tambahan mengenai MPASI:

1. Frekuensi ASI. Frekuensi menyusu Anya tidak ada perubahan selama masa MPASI hingga sekarang ini (usia 8 bulan). Tiap 2-3 jam masih minta nenen, kalau malam pas bobok juga masih nenen 2-3 kali. Waktu menyusu juga tak ada perubahan, pokoknya semau Anya lah. Hal ini sangat membantu terutama sebulan pertama MPASI. Waktu itu seperti aku ceritakan, makanan yang masuk sangat sedikit. Dibikinin apa aja lebih sering ditolak. Apalagi kalau menyangkut berat badan, walau banyak yang bilang ga usah kuatir tapi tetep aja ya, sebagai ibu ya tetap galau lah. Pas ditimbang di RS beberapa minggu setelah MPASI, BBnya tidak menunjukkan peningkatan. Angkanya tetap sama seperti usia 5 bulan. Tapi DSAnya bilang tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Anya masih keliatan montok so no worries. Okay lah, aku pelan-pelan melepaskan rasa galau.
Waktu curhat di grup emak-emak, rata-rata mensupport dan share bahwa bayi mereka dulu juga ga langsung lancar maemnya. Ada yang baru lahap makannya di usia 1 tahun. Prinsipnya, namanya juga MPASI, bukan sumber utama melainkan pendamping. Bayi juga masih belajar, jadi wajar kalau cuma dikit yang masuk/ditelan.

2. Jadwal dan porsi MPASI. Hingga sekarang jadwal makan Anya ga seperti di buku-buku. Rada susah kalau musti plek buku. Anya ini nokturnal, baru bobo jam 12 dini hari. Bangun jam 9an. Selama ini rata-rata makannya 2x sehari dan ditambah selingan berupa snack. Kalau awal-awal MPASI porsinya paling 1-2 sdm (yang masuk ditelan paling buanter 1 sdm udah alhamdulillah banget) sekarang 2-3 sdm (bubur kental dan padat) atau 4 sdm kalau berupa creamy sup yang gak seperti bubur. Patokanku adalah reaksi bayi, feeling berperan besar di sini. Menurutku tiap bayi kondisinya unik, jadi yang tertulis di buku adalah panduan aja, ga musti saklek. Selain itu gak mau memaksa Anya makan kalau dia menolak (tanda Anya kenyang biasanya dia menepiskan sendok dan memalingkan muka).

3. Variasi menu MPASI. Awal-awal MPASI Anya aku perkenalkan buah yang berair lalu buah yg bertekstur lembut seperti pisang, alpukat, mangga. Tapi karena Anya ga doyan, malah sekarang doyannya bubur nasi ya udah seringnya dibikinin bubur gurih.

4. Snack alias finger food. Sebagai selingan di waktu makan (pertengahan makan siang dan malam) Anya diberi snack. Seringnya snack bikinan pabrik sih, yaitu happy puffs. Beberapa kali disodorin finger food berupa kacang panjang rebus, belum tertarik. Selain itu kenapa ya, Anya kalau makan sendiri finger food cuma dimainin, blas ga dimasukin mulut. Sementara kalau non makanan malah diemut-emut  😅😅😅
Soal finger food ini masih PR deh.

5. Air putih. Sejak 6 bulan Anya diberi air putih setelah makan. Sangat membantu melancarkan pupnya. Kalau kurang air putih, bisa 2-3 hari ga pupup. Pernah diberi jus setup pear, tapi enggak terlalu ngaruh.

6. Peralatan MPASI. Sewaktu usia 6-7 bulan, food maker lumayan terpakai tapi karena faktor penasaran. Lebih sering pakai garpu (untuk melumat) dan blender (untuk menghaluskan). Oya dari awal tekstur MPASI Anya ga terlalu lembut lho. Lembut tapi ga lembut banget yang pakai disaring. Aku pikir bayi-bayi BLW aja bisa makan utuh gitu, so ga usah terlalu halus lah ya, sekalian melatih Anya mengunyah. Oia, sepertinya salah satu faktor MPASI awal Anya ga terlalu banyak makan karena bayi ternyata butuh waktu mengunyah dan menelan. Pas seminggu pertama, makanan yg dikunyah ga ditelan lho. 😅😅😅

7. Memasak. Memasak untuk MPASI bayi jujur aja sebenarnya repot kalau harus masak tiap kali waktu makan. Lha porsinya mungil-mungil gitu. Untuk orang gede aja masak sekali untuk makan pagi sore. So untuk Anya, aku masak bubur biasanya untuk beberapa kali makan. Trus disimpan di kulkas, nanti saatnya makan, ambil porsi secukupnya lalu hangatkan di magic jar. Praktis, apalagi bagi bagi emak-emak yang tanpa nanny atau ibu bekerja.

8. Memilih bahan MPASI. Memilih bahan masakan MPASI tentu saja pilih yang paling segar. Kalau bisa yang lokal, karena pasti lebih segar daripada impor. Pernah baca katanya bahan frozen lebih segar daripada yang dipajang di counter segar seperti ikan, apalagi di supermarket. Kalau bisa ke pasar sih mending beli pasar aja, terutama kalau beli daging-dagingan. Aku beli frozen salmon, lebih segar. Tandanya, pas dimasak baunya gak amis seperti kalau beli daging salmon non frozen. Kaldu seringnya bikin dari tulang sapi yang ada sumsum (karena beli di supermarket). Bisa juga kaldu dari salmon. Sering-sering eksperimen bahan masakan deh, misal tahu, telur dsb. Aku agak longgar sih, hehehe, ga saklek seperti buku. Tetep sih, baca-baca itu penting sebagai panduan. Misal memberi telur ke bayi mending kuning telur dulu, karena putih telur bisa merangsang alergi.
Untuk memantau alergi, aku pakai aturan satu hari aja, ga perlu nunggu 3 hari. Misal pagi diberi makan apa, siang/sore ada reaksi gak. Anya soalnya biasanya langsung muncul gak lama setelah makan. Eksperimen juga dengan bumbu seperti herbs, minyak zaitun, bawang, daun seledri, daun bawang, minyak wijen, keju, butter. Bisa bikin aroma makanan bayi tambah sedep. Aku percaya, indera penciumannya berperan penting dalam menciptakan selera makan, hehehe.

Hmmm apalagi ya… sepertinya sementara cukup itu dulu yak. Kalau kurang  bisa ditambah. Soal resep, ada banyak banget resep MPASI bertebaran di internet. Kalau saya mah, kebanyakan eksperimen. Yang penting prinsip dasar gizi MPASI diterapkan.