Berbeda dengan nikah/kawin yang ada musimnya, kalau hamil kayaknya ga kenal musim ya. Maksudnya di tradisi Jawa, ada bulan yang pantang/ga pantes menyelenggarakan pernikahan, misal bulan Puasa dan Tahun Baru Jawa/Suro. Puncaknya menjelang Lebaran Haji, undangan yang diterima untuk satu hari mungkin bisa sampe 4-5 biji. Kali 100 untuk ngasih amplopan, dalam sebulan bisa abis lebih dari setengah juta hehehe. Lha kok malah ngomongin kawinan, kan mau bahas soal kehamilan dan kelahiran.
Jadi soal kehamilan, kayaknya tiap bulan selalu mendengar kabar bahagia ada teman hamil. Bahkan kadang bisa beberapa teman hamil hampir berbarengan, cuma selisih beberapa minggu/bulan. Mungkin karena itu ada idiom ‘hamil itu nular’.
Beberapa minggu lalu, tetangga sebelah juga abis lahiran. Mendadak gitu, orang sebelumnya mereka abis kumpul keluarga dan baru masuk minggu 37. Alhamdulillah ibu dan bayinya sehat. Nah kemaren denger obrolan ponakan, katanya di tetangga sebelah ada penghuni lain yg juga sedang hamil. Keliatan dari perutnya yang besar. Lalu ketika ngeliat sendiri, malah pada heran, “lho itu tetehnya yang abis nglairin kok, emang hamil lagi? Kok perutnya gede gitu.”
Oh lala, ternyata weceu-weceu lugu ini gak tahu. Sehabis lahiran, perut ga langsung kempes-pes. Gloyor dan kondisi masih kek hamil 3 bulan gitu. Kondisi ini mengingatkan ketika aku hamil dan melahirkan dulu. Mungkin karena aku hamil dan melahirkan jauh dari keluarga, walau ada whatsapp grup emak-emak tapi keknya juarang/ga pernah bahas perubahan tubuh pasca melahirkan. Jadi dulu pas abis nglairin Anya, aku sempet sedih dan ga pede kalo liat perut. Kondisi perut nggilani, koyor-koyor, menggelambir dan persis seperti masih hamil 3-5 bulan. Mana ga bisa pake stagen/korset karena bekas operasi caesar sempet kebuka dan meradang.
Jadi begini, ada beberapa hal yang mungkin jarang/tidak pernah disampaikan orang-orang ke ibu baru. Rata-rata mereka sibuk menasihati segala pernak-pernik bayi, nanti bayinya begini begitu dsb. Ketika si ibu baru ini menjumpai kondisinya kok tidak seperti dibayangkan (atau malah ga pernah kepikiran/kebayang sama sekali) bikin kagok, minder, cemas, bingung dsb.
Jadi beberapa perubahan yang terjadi pada seorang ibu yang abis melahirkan tapi jarang diinformasikan adalah sebagai berikut:
1. Perut abis nglairin ga langsung kempes. Kondisinya “ga cantik” dan mirip seperti masih hamil. Untuk kembali menyusut tergantung usia (usia 20an awal lebih cepet menyusut daripada yg hamil pertama umur 30an), gaya hidup sebelum hamil (rajin olahraga ga) dan pola makan setelah melahirkan.
2. Adalah wajar setelah melahirkan, seorang ibu ga merasakan kegembiraan tp didominasi rasa cemas atau datar. Banyak ibu-ibu yang menyangkal kondisi ini padahal mengalaminya, karena takut penghakiman masyarakat. Dibilang ga keibuan lah, bukan ibu yang baik dsb. (Kekuatiran) Label kek gitu malah makin memperburuk perasaan tersebut lho. Nama kondisi ini adalah baby blues. Kondisi ini wajar banget, ga usah merasa aneh dan merasa buruk. Kalau ga didukung oleh sekitar dan dipendam sendiri, apalagi disangkal, bisa berlanjut ke depresi post partum yang lebih parah dan berbahaya bagi keselamatan ibu dan bayi.
3. Bentuk payudara berubah. Mau gimana rayuan para aktivis ASI yang mati-matian bilang bahwa menyusui ga mengubah bentuk payudara, faktanya bentuk payudara berubah. Apalagi pas awal-awal menyusui hingga selesai ASI eksklusif. Perubahan ini terlihat sejak kehamilan memasuki trimester ketiga. Seperti aerola membesar dan berwarna lebih gelap. Selesai menyusui juga payudara menjadi agak kendor. Tapi kata temen yang anaknya udah gede, nanti payudara akan kembali “membaik”. Kalau aku mah sabodo teuing, ga cemas atau minder. Mungkin karena aktivitas menyusui telah mengubah persepsiku tentang payudara. Jika dulu payudara adalah sebagai objek seksual, sekarang ngeliatnya adalah sebagai sumber kehidupan. Beneran lho. Liat bokep dan porn kok rasanya “hambar” dan melihat berbagai bentuk tetek diumbar yang keinget adalah anak. It’s mother milk! Sumber makanan utama.
4. Kehidupan seks berubah. Yang jelas jadi kudu cari-curi curi-cari waktu. Apalagi kalau ga ada baby sitter dan anak tidur bareng. Para bapak dimohon pengertiannya.
5. Identitas pribadi berubah. Maksudnya bukan identitas macem ktp. Tapi pribadi. Kadang pribadi itu menghilang perlahan ditelan urusan perbayikan dan parenting thing. Ada yang bisa menerima tanpa masalah, ada yang kaget/shock dan suka rindu “the old me”. Its okay, itu bukan berarti ga bersyukur. Yang penting adalah mengakui perasan itu ada, tidak menyangkal/pura-pura ga ada. Langkah selanjutnya adalah penerimaan bahwa kita emang masuk fase baru yang sangat berbeda.
6. Menyusui itu ga gampang! Sekhatam apapun kamu melahap teori menyusui, tetapi ketika waktu itu tiba, ternyata tetep bikin panik, sakit, bingung. Menyusui ternyata ga segampang yang dilihat, dan digembar-gemborkan aktivis ASI. Mengherankan juga sih, mengapa aktivitas “purba” bisa sedemikian rumit bagi manusia saat ini. Dulu pas belum ada konselor ASI dan segala printilan pembantu ASI, gimana ya proses menyusui seorang ibu. Apakah hewan mamalia juga ada yang mengalami kesulitan menyusui? Selain itu ibu yang baru awal-awal menyusui akan banjir keringat, lepek, kuyu, bau (ASI) waaahhh pokoknya enggak banget lah. Jadi jangan heran ada sebagian ibu yang lebih suka tidak menerima tamu di awal-awal pasca lahiran. Selain karena butuh istirahat juga ga pede dengan kondisinya yang kucel berat harus menerima tamu.
7. Masa nifas bisa bervariasi lamanya. Ada yang seminggu pasca melahirkan udah berhenti, ada yang lebih dari 40 hari.
8. Jahitan operasi cesar bisa terbuka lagi. Ini pengalaman pribadi sih. Jadi beberapa minggu pasca melahirkan, tiba-tiba badan diserang demam hebat. Seumur-umur baru kali itu merasakan badan menggigil karena demam. Diselimuti setebal apa masih menggigil. Ternyata jahitan cesar terbuka dan meradang, sampai bernanah. Pantesan demam hebat, infeksi. Entah juga mengapa sampai bisa terbuka, bisa jadi karena aktivitas (karena ga ada baby sitter, ga ada ART, semua dihandle cuma berdua sama suami termasuk masak dsb). Sekali lagi ini pengalaman pribadi, karena banyak juga teman-teman yang cesar dan baik-baik aja. Yang jelas bervariasi rasa sakit yang dirasakan. Ada yg seminggu setelahnya udah bisa jalan-jalan enak, ada yang harus bedrest total, ada yang ga bisa dipake jongkok, dsb.
9. Setelah jadi orang tua lebih membutuhkan honeymoon daripada pengantin baru and that’s so true. Ironisnya banyak pasangan orang tua yang justru ga sempet dan ga bisa honeymoon, entah karena kesibukan, susah ninggal anak, budget dsb. Padahal setelah ada anak akan lebih banyak konflik yang terjadi dan lebih dalam dampaknya dibanding pas waktu berdua aja. Lebih banyak perdebatan, tengkar mulut atau kekesalan dan sakit hati plus kesedihan yang dipendam (terutama tipe yang memendam perasaan), karena cape fisik, cape otak, cape psikis. Apalagi kalau suami ga mau terlibat merawat anak dan bantuin urusan domestik, tipikal feodal gitu.
Hmmm apalagi ya? Ada yang mau nambahin ga? Welcome lho πππ
Hmmm apalagi ya…