0

Serba-serbi MPASI 2

Ternyata postingan soal MPASI masih ada buntut. Beberapa hal yang lupa aku share diposting jadi bagian ke2 saja. Postingan sebelumnya memang singkat, berupa rangkuman saja. Kali ini mencoba menulis lebih detail, semoga bisa membantu para emak-emak yang excited menyiapkan MPASI. Yesss, aku pun dulu juga excited banget sekaligus deg-degan menyambut masa MPASI. dari sejak Anya menjelang 5 bulan udah baca-baca tentang MPASI. Anya umur 5 bulan udah belanja printilan MPASI. Maunya ketika masa itu tiba udah siap grak maju jalan 😀

Berikut beberapa catatan tambahan mengenai MPASI:

1. Frekuensi ASI. Frekuensi menyusu Anya tidak ada perubahan selama masa MPASI hingga sekarang ini (usia 8 bulan). Tiap 2-3 jam masih minta nenen, kalau malam pas bobok juga masih nenen 2-3 kali. Waktu menyusu juga tak ada perubahan, pokoknya semau Anya lah. Hal ini sangat membantu terutama sebulan pertama MPASI. Waktu itu seperti aku ceritakan, makanan yang masuk sangat sedikit. Dibikinin apa aja lebih sering ditolak. Apalagi kalau menyangkut berat badan, walau banyak yang bilang ga usah kuatir tapi tetep aja ya, sebagai ibu ya tetap galau lah. Pas ditimbang di RS beberapa minggu setelah MPASI, BBnya tidak menunjukkan peningkatan. Angkanya tetap sama seperti usia 5 bulan. Tapi DSAnya bilang tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Anya masih keliatan montok so no worries. Okay lah, aku pelan-pelan melepaskan rasa galau.
Waktu curhat di grup emak-emak, rata-rata mensupport dan share bahwa bayi mereka dulu juga ga langsung lancar maemnya. Ada yang baru lahap makannya di usia 1 tahun. Prinsipnya, namanya juga MPASI, bukan sumber utama melainkan pendamping. Bayi juga masih belajar, jadi wajar kalau cuma dikit yang masuk/ditelan.

2. Jadwal dan porsi MPASI. Hingga sekarang jadwal makan Anya ga seperti di buku-buku. Rada susah kalau musti plek buku. Anya ini nokturnal, baru bobo jam 12 dini hari. Bangun jam 9an. Selama ini rata-rata makannya 2x sehari dan ditambah selingan berupa snack. Kalau awal-awal MPASI porsinya paling 1-2 sdm (yang masuk ditelan paling buanter 1 sdm udah alhamdulillah banget) sekarang 2-3 sdm (bubur kental dan padat) atau 4 sdm kalau berupa creamy sup yang gak seperti bubur. Patokanku adalah reaksi bayi, feeling berperan besar di sini. Menurutku tiap bayi kondisinya unik, jadi yang tertulis di buku adalah panduan aja, ga musti saklek. Selain itu gak mau memaksa Anya makan kalau dia menolak (tanda Anya kenyang biasanya dia menepiskan sendok dan memalingkan muka).

3. Variasi menu MPASI. Awal-awal MPASI Anya aku perkenalkan buah yang berair lalu buah yg bertekstur lembut seperti pisang, alpukat, mangga. Tapi karena Anya ga doyan, malah sekarang doyannya bubur nasi ya udah seringnya dibikinin bubur gurih.

4. Snack alias finger food. Sebagai selingan di waktu makan (pertengahan makan siang dan malam) Anya diberi snack. Seringnya snack bikinan pabrik sih, yaitu happy puffs. Beberapa kali disodorin finger food berupa kacang panjang rebus, belum tertarik. Selain itu kenapa ya, Anya kalau makan sendiri finger food cuma dimainin, blas ga dimasukin mulut. Sementara kalau non makanan malah diemut-emut  😅😅😅
Soal finger food ini masih PR deh.

5. Air putih. Sejak 6 bulan Anya diberi air putih setelah makan. Sangat membantu melancarkan pupnya. Kalau kurang air putih, bisa 2-3 hari ga pupup. Pernah diberi jus setup pear, tapi enggak terlalu ngaruh.

6. Peralatan MPASI. Sewaktu usia 6-7 bulan, food maker lumayan terpakai tapi karena faktor penasaran. Lebih sering pakai garpu (untuk melumat) dan blender (untuk menghaluskan). Oya dari awal tekstur MPASI Anya ga terlalu lembut lho. Lembut tapi ga lembut banget yang pakai disaring. Aku pikir bayi-bayi BLW aja bisa makan utuh gitu, so ga usah terlalu halus lah ya, sekalian melatih Anya mengunyah. Oia, sepertinya salah satu faktor MPASI awal Anya ga terlalu banyak makan karena bayi ternyata butuh waktu mengunyah dan menelan. Pas seminggu pertama, makanan yg dikunyah ga ditelan lho. 😅😅😅

7. Memasak. Memasak untuk MPASI bayi jujur aja sebenarnya repot kalau harus masak tiap kali waktu makan. Lha porsinya mungil-mungil gitu. Untuk orang gede aja masak sekali untuk makan pagi sore. So untuk Anya, aku masak bubur biasanya untuk beberapa kali makan. Trus disimpan di kulkas, nanti saatnya makan, ambil porsi secukupnya lalu hangatkan di magic jar. Praktis, apalagi bagi bagi emak-emak yang tanpa nanny atau ibu bekerja.

8. Memilih bahan MPASI. Memilih bahan masakan MPASI tentu saja pilih yang paling segar. Kalau bisa yang lokal, karena pasti lebih segar daripada impor. Pernah baca katanya bahan frozen lebih segar daripada yang dipajang di counter segar seperti ikan, apalagi di supermarket. Kalau bisa ke pasar sih mending beli pasar aja, terutama kalau beli daging-dagingan. Aku beli frozen salmon, lebih segar. Tandanya, pas dimasak baunya gak amis seperti kalau beli daging salmon non frozen. Kaldu seringnya bikin dari tulang sapi yang ada sumsum (karena beli di supermarket). Bisa juga kaldu dari salmon. Sering-sering eksperimen bahan masakan deh, misal tahu, telur dsb. Aku agak longgar sih, hehehe, ga saklek seperti buku. Tetep sih, baca-baca itu penting sebagai panduan. Misal memberi telur ke bayi mending kuning telur dulu, karena putih telur bisa merangsang alergi.
Untuk memantau alergi, aku pakai aturan satu hari aja, ga perlu nunggu 3 hari. Misal pagi diberi makan apa, siang/sore ada reaksi gak. Anya soalnya biasanya langsung muncul gak lama setelah makan. Eksperimen juga dengan bumbu seperti herbs, minyak zaitun, bawang, daun seledri, daun bawang, minyak wijen, keju, butter. Bisa bikin aroma makanan bayi tambah sedep. Aku percaya, indera penciumannya berperan penting dalam menciptakan selera makan, hehehe.

Hmmm apalagi ya… sepertinya sementara cukup itu dulu yak. Kalau kurang  bisa ditambah. Soal resep, ada banyak banget resep MPASI bertebaran di internet. Kalau saya mah, kebanyakan eksperimen. Yang penting prinsip dasar gizi MPASI diterapkan.

0

Serba-serbi MPASI

Kemaren pas mampir nursery room Careffour Kiaracondong, sempet ngobrol dengan ibu-ibu yang punya bayi usia 11 bulan. Diawali dengan nanya, kalau masak MPASI siapa yang bikin. Pas kujawab kalau aku sendiri yang masak, katanya aku pasti pinter masak karena melihat body Anya (yang menurutnya gemuk) Anya pasti menghabiskan menu MPASI-nya. Katanya lagi, kalau dia sendiri yang masak, anaknya makannya dikit, ga begitu suka. “Saya ga pinter masak, sih,”  ucapnya.

Memasak MPASI itu ga perlu skill masak sekelas masterchef. Yang penting justru pengetahuan soal ilmu gizi. Dari pengalaman MPASI Anya 2 bulan ini, ternyata memasak menu MPASI gak repot-repot banget. Well dibantu juga dengan adanya alat seperti blender sih. Beberapa peralatan MPASI seperti food maker dari Pigeon malah engga kepake, hehehe.

Berikut rangkuman MPASI dari pengalaman selama 2 bulan ini:

1. Persiapan menjelang MPASI, yang penting adalah belajar tentang ilmu gizi. Baru kemudian belajar tentang metode MPASI, mau model yang direkomen WHO, model food combining atau BLW itu pilihan. Jangan ikut-ikutan apalagi karena trend, musti punya dasar yang kuat dan kritis.
Kalau saya pilih metode eklektik alias campuran (halah)  dari awal engga mau merepotkan diri sendiri dan gak mau galau berat badan dan nutrisi yang masuk. Yang utama sih pilih metode puree karena kalau BLW kuatir makanan yang dimakan cuma dikit. Soal belajar makan sendiri, melihat contoh ponakan yang usia 2 tahun kurang udah bisa makan sendiri pakai sendok (ibunya pakai metode biasa aja/puree) saya jadi optimis. Sempet juga gugling jurnal ilmiah untuk mencari tahu kebenaran klaim metode tertentu. Selain itu pengalaman pribadi juga menentukan (saya waktu bayi katanya susah makan, sekarang doyan banget makan dan menggemari sayur).
Saya juga ga anti makanan instan, karena baca-baca, kelebihan cereal instan adalah diperkaya zat besi yang sangat penting untuk perkembangan bayi. Pilih aja yang kandungan gula dan sodium/natrium paling rendah. Selain itu juga untuk jaga-jaga saat kondisi darurat (pernah rumah kebanjiran, dapur ga bisa dipakai, ya udah Anya makan bubur instan).

2. Persiapan peralatan makan. Sempet galau karena saya agak terobsesi dengan kerapihan, dan agak males dengan makanan belepotan. Jadi dibelain beli mantel Mothercare lah (buat cover pas makan biar ga belepotan di badan/baju), bib plastik lah, food maker dari Pigeon (pengakuan temen dan baca beberapa blog katanya kepake), blender khusus untuk MPASI bayi (yang jadi satu ama tempat steril botol bayi dan bisa sekalian ngukus), dll.  Ternyata yang kepake ini sodara:
– blender Philips (yang sering dipake blender mill/bumbu karena wadahnya pas untuk MPASI, ga terlalu besar)
– wadah plastik merk Lock n Lock untuk menyimpan makanan dan snack Anya
– piring/mangkok dan cutlery set bayi termasuk khusus dibawa saat bepergian (pilih yang ada kotak penyimpanannya)
– pisau dan talenan khusus untuk menyiapkan makanan Anya, dipisahkan dari talenan orang gede.
– bib plastik (ga usah nyuci, cukup dilap) (tapi akhirnya lebih suka makan ga pake baju, hehehe, kalau belepotan tinggal diwaslap).
– high chair (dapat bekas, lungsuran dari sodara). Membantu banget untuk Anya makan, ga usah capek gendong dan ngajak jalan, sekaligus mengajar Anya makan di meja makan. Awalnya Anya emang ga betah sih (sekitar sebulan lah, adaptasinya). Trus diakali dengan menaruh mainan dan diajak nonton video musik kesukaannya. Sekarang kalau maem bisa di kursi sampai selesai maemnya/habis makannya.

Apalagi ya… sepertinya itu cukup deh. Kalau ingat nanti ditambah.

3. Menu MPASI. Nah ini seru-seru asik. Belajar makanan mana yang boleh/tidak menimbulkan alergi, dimasak bagaimana, dsb. Petualangan banget, kitanya dituntut selalu coba-coba. Saya untuk menu pertama MPASI memilih buah yaitu jeruk baby, semangka, melon, pisang dan alpukat. Prinsip awalnya adalah yang berair (karena sedang belajar) dan gampang dilembutkan (pisang, alpukat kan teksturnya lembut). Itupun juga gonta-ganti, karena Anya ga selalu mau makan. Alpukat sempet suka banget, beberapa hari mau disuapin alpukat, tapi 3 hari kemudian ogah. Pisang juga ogah. Kabocha ga mau. Kentang enggan. Bubur beras (dari tepung beras)  emoh. Kacang ijo kupas dibuat bubur, emoh. Waaahhh pokoknya sebulan pertama dibuat bingung banget, Anya ga mau apa-apa. Yang masuk juga dikit banget, paling cuma 2 suap (dalam sendok bayi alias paling satu sendok teh peres). Galau banget deh sebulan ituuu, asli galau. Bingung mau masak apalagi. Yang instan dicobain pun gak mau. Huhuhuuuu masa-masa tergalau ke2 setelah masa drama ASI.
Hingga kemudian  nyoba bikin bubur beras dengan ikan salmon & bayam, dibuat dengan santan dan dibumbui bawang putih, bawang merah dan daun salam. Eh kok mau, kok abis dikasih satu sendok makan. Besoknya 1,5 sdm. Lalu meningkat hingga maemnya seporsi sekarang 2-3 sdm (setara dg 100—125ml).  Haleluya alhamdulillah, Anya doyaaaaan. Kemarin 1 Februari Anya genap 8 bulan, dan makannya semakin gampang.
Oiya Anya sempet terdeteksi alergi telur dan semangka (beserta kawan-kawan sekeluarga semangka, mis cantaloupe). Gejala awal merah-merah di kulit lalu Anya garuk-garuk gatal. makin lama garuknya heboh seperti gatal banget dan merah-merah di kulit makin meluas. Baca-baca ternyata semangka mengandung asam yang bisa memicu gatal pada  bayi. Disarankan diberikan kalau bayi diatas 8-10 bulan.

4. Jangan takut dengan lemak. Gula/glukosa/fruktosa (pada karbobidrat simpel dan buah) adalah sumber energi utama untuk otak bayi. Lemak juga sangat diperlukan untuk menunjang tumbuh kembangnya. Zat besi penting untuk mencegah anemia dan mendukung perkembangan otak serta mencegah stunting (pendek). Jadi bahan makanan Anya sebagian besar dari nasi putih yang gampang dicerna dan glukosa tinggi, lemak sehat dari butter, minyak zaitun, santan, keju, ikan berlemak. Zat besi dari tempe, bayam brokoli (belum nyoba daging merah, katanya zat besi paling gampang diserap kalau dari daging merah). Aku juga minta suplemen zat besi dari Dokter Anak. Kemaren diresepkan Sangobion cair untuk bayi karena rasanya yang enak (bayi gak resisten /bukan berasa logam seperti suplemen zat besi lain) dan mengandung asam folat juga. Soalnya baca-baca, masuk masa MPASI kebutuhan zat besi bayi dari ASI kurang mencukupi. Kalau menu MPASI bisa mencukupi kebutuhan zat besi, tidak perlu suplemen. Tapi aku kuatir mengingat Anya maemnya masih moody. Jadi minta diresepkan suplemen deh, untuk mencegah anemia. Kata dokter sih, harusnya pakai tes darah dulu untuk mengetahui apakah bayi anemia atau tidak, tapi dokter bersedia memberi resep tanpa harus tes darah (gejala anemia seringkali tersamar dan ga kelihatan nyata).

Untuk variasi resep, gampang kok. Prinsipnya sama seperti masak biasa, hanya gak pakai gula garam. Kalau mau sedep, pakai bumbu seperti bawang, daun salam, jahe, herbs, dll. Minyak zaitun yang extra Virgin, butter dan santan juga bisa  menambah gurih.
Soal santan ada yang bilang, bayi jangan diberi santan yang dimasak. Paling bagus katanya santan yang diperas dg air matang dan diberikan segar. Katanya kalau dimasak bisa membuat asam lemak jenuh/ga bagus buat bayi.
Aku sempetkan riset di internet cari referensi ilmiah tentang hal ini, tapi gak nemu. Tanya temen yang dari jurusan Biologi pun tidak bisa menjawab. Jadi kuputuskan tidak apa-apa. Selain itu kalau argumen tadi juga membuatku ingin bertanya, sayuran untuk bayi selalu dimasak matang sekali. Bukankah hal tersebut bisa menghancurkan zat gizinya? Entahlah, sampai sekarang juga ga nemu referensinya.
Untuk mendapat tekstur puree, aku lebih mengandalkan pakai blender. Ada aliran MPASI yang mengharamkan blender dan menyuruh untuk diparut aja. Aku memilih mengabaikannya karena tidak cocok buatku (ribet dan lama). Kalau awal-awal MPASI diblender sampai lembut, sekarang diblender cukup beberapa detik aja, sekadar halus tapi masih bertekstur.

Demikian rangkuman masa MPASI Anya dari usia 6-8 bulan. Kalau ada tambahan nanti diupdate hehehe.